1.MOTIVASI
A.Pentingnya
motivasi
Dalam kehidupan
sehari-hari yang penuh dengan kegiatan perlu adanya motivasi agar kegiatan itu
berjalan dengan lancar sesuai keinginan dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan adanya motivasi
kinerja kegiatan akan terlihat apakah kita bekerja maksimal atau tidak dan
tentunya akan berdampak hasil yang didapat. Banyak sekali faktor-faktor yang
membuat kita menjadi malas dalam melakukan sesuatu. Misalnya dalam melakukan
pekerjaan kita mendapat upah kecil, sedangkan usaha yang kita berikan kepada
perusahaan sangat besar sehingga membuat kita tidak semangat lagi untuk bekerja
di perusahaan itu. Kegagalan yang kita dapatkan saat nilai ujian kita jauh dari
hasil yang ingin kita capai, membuat mahasiswa itu tidak bersemangat lagi dalam
menjalani perkuliahan.
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah k embali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
A.Intern Individu Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Kebutuhan, kebutuhan merupakan segala sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan. Sebagai contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk bekerja. Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan. Kebutuhan akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2.Harapan, harapan merupakan sesuatu yang kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila kita menabung di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo kita. Harapan akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada orang lain atas kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka sehingga didapat kepercayaan kambali dari mereka.
3.Kepuasan, kepuasan merupakan perasaan emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang termotivasi melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai. Misalnya jabatan dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri terhadap orang tersebut setelah menjabatanya.
4.Pengembangan Diri, meliputi mengikutsertakan diri terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang berharap yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik.
B. Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Lingkungan Organisasi, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2.Keseimbangan dan Keadilan, individu termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3.Tujuan, segala sesuatu yang kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tantangan, merupakan segala sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5.Hukuman, merupakan balasan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan. Anggota-anggota organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi itu. Hukuman itu mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman itu bisa berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
6.Kepemimpinan, gaya kepemimpinan seseorang berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang untuk bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung totaliter membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun apabila kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan isi pikirannya melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi tersebut tercapai.
Pentingnya motivasi, membuat kita akan bergairah k embali dalam melakukan sesuatu. Adapun faktor-faktor motivasi dalam berorganisasi sebagai berikut:
A.Intern Individu Merupakan faktor-faktor dalam diri individu yang dapat memotivasi dirinya untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Kebutuhan, kebutuhan merupakan segala sesuatu yang harus dipenuhi. Banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh setiap manusia mendorong manusia tersebut untuk melakukan pekerjaan. Sebagai contoh kebutuhan sehari-hari manusia, mendorong manusia itu untuk bekerja. Mengumpulkan aset agar nanti saat kita keluar kerja tidak kesusahan. Kebutuhan akan aktualisasi diri dikarenakan pekerjaan tersebut menantang.
2.Harapan, harapan merupakan sesuatu yang kita inginkan. Harapan akan mendapatkan hadiah yang besar apabila kita menabung di Bank tersebut mendorong kita untuk selalu meningkatkan saldo kita. Harapan akan kepercayaan orang lain misalnya kita berkata jujur kepada orang lain atas kesalahan yang kita buat dan meminta maaf kepada mereka sehingga didapat kepercayaan kambali dari mereka.
3.Kepuasan, kepuasan merupakan perasaan emosional seseorang setelah melakukan sesuatu. Kadangkalanya orang termotivasi melakukan sesuatu karena adanya kepuasan yang ingin dia capai. Misalnya jabatan dalam suatu organisasi akan menjadi kepuasan tersendiri terhadap orang tersebut setelah menjabatanya.
4.Pengembangan Diri, meliputi mengikutsertakan diri terhadap segala kegiatan agar memperoleh pengalaman yang berharap yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik.
B. Ektern Individu
Merupakan faktor-faktor di luar diri individu yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sesuatu. Faktor-faktor itu diantaranya sebagai berikut:
1.Lingkungan Organisasi, merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar organisasi. Lingkungan organisasi yang mendukung akan memotivasi orang untuk semangat dalam melakukan pekerjaan dalam organisasi tersebut.
2.Keseimbangan dan Keadilan, individu termotivasi untuk melakukan sesuatu karena adanya job rewards (hadiah pekerjaan) yang diberikan oleh organisasi itu atau diluar organisasi itu. Misalnya mendapatkan upah/gaji yang sesuai dengan usaha kita. Adanya peluang karir yang baru di organisasi itu seperti jabatan yang lebih tinggi apabila karyawan tersebut mendapatkan prestasi baik di perusahaan tersebut.
3.Tujuan, segala sesuatu yang kita ingin capai merupakan suatu tujuan. Dengan adanya tujuan organisasi mendorong anggota-anggotanya untuk bekerja keras semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tantangan, merupakan segala sesuatu yang menjadi halangan dalam kita melakukan kegiatan. Adakalanya tantangan itu menjadi motivator bagi kita untuk menaklukan tantangan itu.
5.Hukuman, merupakan balasan terhadap segala sesuatu yang telah dilakukan diluar dari aturan. Anggota-anggota organisasi adakalanya mereka diselimuti oleh rasa ketakutan dikarenakan adanya hukuman yang berlaku di antara anggota-anggota organisasi itu. Hukuman itu mendorong mereka untuk melakukan hal yang sesuai aturan. Hukuman itu bisa berupa denda, pemutusan kontrak kerja, atau juga berhadapan dengan pengadilan.
6.Kepemimpinan, gaya kepemimpinan seseorang berbeda-beda. Kepemimpinan dapat digunakan untuk memotivasi seseorang untuk bekerja lebih keras lagi. Namun kepemimpinan ini juga mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi. Misalnya kepemimpinan yang cenderung totaliter membuat seseorang akan kehilangan kreatifitasnya dikarenakan segala sesuatu yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang pemimpin inginkan. Namun apabila kepemimpinannya cenderung demokrasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang dapat memajukan organisasi tersebut dengan menyuarakan isi pikirannya melalui para pemimpin tersebut untuk ditindak lanjuti.
Pentingnya motivasi dalam berorganisasi, membuat banyak perusahaan yang berusaha mendatangkan para motivator-motivator atau juga buku-buku yang tentunya memberi semangat kepada para anggotanya untuk bekerja lebih keras lagi agar tujuan dari organisasi tersebut tercapai.
B.Motivasi dalam organisasi
Lima fungsi utama manajemen adalah planning, organizing, staffing,
leading, dan controlling. Pada pelaksanaannya, setelah rencana dibuat (planning),
organisasi dibentuk (organizing), dan disusun personalianya (staffing), maka
langkah berikutnya adalah menugaskan/mengarahkan karyawan menuju ke arah tujuan
yang telah ditentukan. Fungsi pengarahan (leading) ini secara sederhana adalah
membuat para karyawan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan dan
harus mereka lakukan. Memotivasi karyawan merupakan kegiatan kepemimpinan yang
termasuk di dalam fungsi ini. Kemampuan manajer untuk memotivasi karyawannya
akan sangat menentukan efektifitas manajer. Manajer harus dapat memotivasi para
bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat.
Berbagai istilah digunakan untuk menyebut kata ‘motivasi’
(motivation) atau motif, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan
(wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini, akan digunakan istilah motivasi
yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi menunjuk kepada sebab, arah, dan persistensi perilaku.
Kita bicara mengenai penyebab suatu perilaku ketika kita bertanya tentang
mengapa seseorang melakukan sesuatu. Kita bicara mengenai arah perilaku
seseorang ketika kita menanyakan mengapa ia lakukan suatu hal tertentu yang
mereka lakukan. Kita bicara tentang persistensi ketika kita bertanya keheranan
mengapa ia tetap melakukan hal itu (Berry, 1997).
Suatu organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke
dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa
dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan
perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan;
orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari
stimulus/rangsangan yang menyakitkan (Atkinson, Atkinson, & Hilgard, 1983).
Sampai pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan
bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat
menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan
bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan
melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya.
Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari
tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan
mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul
dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu
sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan
bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab
terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari
kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori motivMotivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak
menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks
belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah
sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan
peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja
(prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003)
mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa
indikator, diantaranya: (1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3)
persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam
mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai
tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai
dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167)1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman
tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow
semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu
tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia,
berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam
hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan
papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang
merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”
dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat
sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.Kendati pemikiran Maslow tentang teori
kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi
dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada
kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif..2. Teori McClelland (Teori
Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
C.TEORI MOTIVASI
Motivasi
merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memelihara perilaku
manusia., dan merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar
melakukan sesuatu yang kita inginkan. Seorang karyawan mungkin menjalankan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan baik, mungkin pula tidak. Maka dari
itu hal tersebut merupakan salah satu tugas dari seorang pimpinan untuk bias
memberikan motivasi (dorongan0kepada bawahannya agar bias bekerja sesuai dengan
arahan yang diberikan.
Content Theory
Content theory berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, Mc, Gregor, Herzberg, Atkinson dan McCelland.
1. Teori Hierarki Kebutuhan, menurut maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
- faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2. Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
3. Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
4. Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
5. Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
6. Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi
7. Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
1. Model Tradisional, alat motivasi ini didasarkan atas anggapan bahwa para pekerja sebenarnya adalah pemalas dan bisa didorong hanya dengan imbalan keuangan.
2. Model sumber Daya Manusia, para ahli berpendapat bahwa para karyawan sebenernya mempunyai motivasi yang sangat beranweka ragam, bukan hanya motivasi karen auang ataupun keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan emmpunyai artidalam bekerja. Mereka berpendpat bahwa sebagian besar individu sudah mempunyai dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dan tidak selalu para karyawan memandang pekerjaan sebagai sesuatu hal yang tidak menyenagkan.
Jenis-jenis Motivasi
Motivasi positif dan motivasi negatif, motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.
Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.
Content Theory
Content theory berkaitan dengan beberapa nama seperti Maslow, Mc, Gregor, Herzberg, Atkinson dan McCelland.
1. Teori Hierarki Kebutuhan, menurut maslow didalam diri setiap manusia ada lima jenjang kebutuhan, yaitu:
- faali (fisiologis)
- Keamanan, keselamatan dan perlindungan
- Sosial, kasih saying, rasa dimiliki
- Penghargaan, rasa hormat internal seperti harga diri, prestasi
- Aktualisasi-diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu ia menjadi.
Jadi jika seorang pimpinan ingin memotivasi seseorang, menurut maslow, pimpinan perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah bawahan dan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan dia atas tingkat itu.
2. Teori X dan Y , teori yang dikemukakan oleh Douglas McGregor yang menyatakan bahwa dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia, pada dasarnya satu negative (teori X) yang mengandaikan bahwa kebutuhan order rendah mendominasi individu, dan yang lain positif (teori Y) bahwa kebutuhan order tinggi mendominasi individu.
3. Teori Motivasi – Higiene, dikemukakan oleh psikolog Frederick Herzberg, yang mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi. Dua factor itu dinamakan factor yang membuat orang merasa tidak puas atau factor-faktor motvator iklim baik atau ekstrinsik-intrinsik tergantung dari orang yang membahas teori tersebut. Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator yang meliputi:
- prestasi (achievement)
- Pengakuan (recognition)
- Tanggung Jawab (responsibility)
- Kemajuan (advancement)
- Pkerjaan itu sendiri ( the work itself)
- Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
4. Teori kebutuhan McClelland, teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan
- prestasi (achievement)
- Kekuasaan (power)
- Afiliasi (pertalian)
5. Teori Harapan – Victor Vroom, teori ini beragumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar kesuatu penilaian kinerja yang baik, suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
6. Teori Keadilan, teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaan, individu bekerja untuk mendapat tukaran imbalan dari organisasi
7. Reinforcement theory, Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motive atau proses motivasi. Sebaliknya teori ini menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimasa yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan dating dalam proses pembelajaran.
Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi
1. Model Tradisional, alat motivasi ini didasarkan atas anggapan bahwa para pekerja sebenarnya adalah pemalas dan bisa didorong hanya dengan imbalan keuangan.
2. Model sumber Daya Manusia, para ahli berpendapat bahwa para karyawan sebenernya mempunyai motivasi yang sangat beranweka ragam, bukan hanya motivasi karen auang ataupun keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan emmpunyai artidalam bekerja. Mereka berpendpat bahwa sebagian besar individu sudah mempunyai dorongan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dan tidak selalu para karyawan memandang pekerjaan sebagai sesuatu hal yang tidak menyenagkan.
Jenis-jenis Motivasi
Motivasi positif dan motivasi negatif, motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan ketakutan.
Bukti yang paling dasar terhadap keberhasilan suatu bentuk motivasi adalah hasil yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.
2.Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian
informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada
umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti
oleh kedua belah pihak. apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti
oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik
badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala,
mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Onong Uchjana Effendy
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media).
Analisis Pengertian Komunikasi Dan 5 (Lima)
Unsur Komunikasi Menurut Harold Lasswell Sat, 10/11/2007 – 6:54pm — Rejals
Analisis Definisi Komunikasi Menurut Harold Lasswell.
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses
yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa?
dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with
what effect?). (Lasswell 1960).
Raymond Ross
Komunikasi adalah proses menyortir, memilih,
dan pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar
membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang dimaksudkan
oleh komunikator.
Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi saat satu sumber
menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat sadar untuk memengaruhi perilaku
mereka.
Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan
dari satu sumber kepada satu atau banyak penerima dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka.
Carl I. Hovland
Komunikasi adalah suatu proses yang
memungkinkan seseorang menyampaikan rangsangan (biasanya dengan menggunakan
lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain.
New Comb
Komunikasi adalah transmisi informasi yang
terdiri dari rangsangan diskriminatif dari sumber kepada penerima.
Bernard Barelson & Garry A. Steiner
Komunikasi adalah proses transmisi informasi,
gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol,
kata-kata, gambar, grafis, angka, dsb.
Colin Cherry
Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak
saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan
komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan
dan pembangkitan balasannya.
Definisi komunikasi : Menurut Forsdale (1981)
seorang ahli pendidikan terutama ilmu komunikasi : Dia menerangkan dalam sebuah
kalimat bahwa “communication is the process by which a system is established,
maintained and altered by means of shared signals that operate according to
rules”. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk,
dipelihara, dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan
diterima dilakukan sesuai dengan aturan.
Analisis : Komunikasi adalah sebuah cara yang
digunakan sehari-hari dalam menyampaikan pesan/rangsangan(stimulus) yang
terbentuk melalui sebuah proses yang melibatkan dua orang atau lebih. Dimana
satu sama lain memiliki peran dalam membuat pesan, mengubah isi dan makna,
merespon pesan/rangsangan tersebut, serta memeliharanya di ruang publik. Dengan
tujuan sang “receiver” (komunikan) dapat menerima sinyal-sinyal atau pesan yang
dikirimkan oleh “source” (komunikator).
William J. Seller
William J.Seller mengatakan bahwa komunikasi
adalah proses dimana simbol verbal dan nonverbal dikirimkan, diterima dan
diberi arti.
B. Proses Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses yang
mempunyai komponen dasar sebagai berikut :
Pengirim pesan, penerima pesan dan pesan
Semua fungsi manajer melibatkan proses
komunikasi. Proses komunikasi dapat dilihat pada skema dibawah ini :
Diagram Proses Komunikasi
1. Pengirim pesan (sender) dan isi pesan/materi
Pengirim pesan adalah orang yang mempunyai ide
untuk disampaikan kepada seseorang dengan harapan dapat dipahami oleh orang
yang menerima pesan sesuai dengan yang dimaksudkannya. Pesan adalah informasi
yang akan disampaikan atau diekspresikan oleh pengirimpesan. Pesan dapat verbal
atau non verbal dan pesan akan efektif bila diorganisir secara baik dan jelas.
Materi pesan dapat berupa :
a. Informasi
b. Ajakan
c. Rencana kerja
d. Pertanyaan dan sebagainya
2. Simbol/
isyarat
Pada
tahap ini pengirim pesan membuat kode atau simbol sehingga pesannya dapat
dipahami oleh orang lain. Biasanya seorang manajer menyampaikan pesan dalam
bentuk kata-kata, gerakan anggota badan, (tangan, kepala, mata dan bagian muka lainnya).
Tujuan penyampaian pesan adalah untuk mengajak, membujuk, mengubah sikap,
perilaku atau menunjukkan arah tertentu.
3.
Media/penghubung
Adalah
alat untuk penyampaian pesan seperti ; TV, radio surat kabar, papan pengumuman,
telepon dan lainnya. Pemilihan media ini dapat dipengaruhi oleh isi pesan yang
akan disampaikan, jumlah penerima pesan, situasi dsb.
4.
Mengartikan kode/isyarat
Setelah
pesan diterima melalui indera (telinga, mata dan seterusnya) maka si penerima
pesan harus dapat mengartikan simbul/kode dari pesan tersebut, sehingga dapat
dimengerti /dipahaminya.
5.
Penerima pesan
Penerima
pesan adalah orang yang dapat memahami pesan dari sipengirim meskipun dalam
bentuk code/isyarat tanpa mengurangi arti pesan yang dimaksud oleh pengirim
6.
Balikan (feedback)
Balikan
adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan dari penerima pesan dalam
bentuk verbal maupun nonverbal. Tanpa balikan seorang pengirim pesan tidak akan
tahu dampak pesannya terhadap sipenerima pesan Hal ini penting bagi manajer atau
pengirim pesan untuk mengetahui apakah pesan sudah diterima dengan pemahaman
yang benar dan tepat. Balikan dapat disampaikan oleh penerima pesan atau orang
lain yang bukan penerima pesan. Balikan yang disampaikan oleh penerima pesan
pada umumnya merupakan balikan langsung yang mengandung pemahaman atas pesan
tersebut dan sekaligus merupakan apakah pesan itu akan dilaksanakan atau tidak
Balikan
yang diberikan oleh orang lain didapat dari pengamatan pemberi balikan terhadap
perilaku maupun ucapan penerima pesan. Pemberi balikan menggambarkan perilaku
penerima pesan sebagai reaksi dari pesan yang diterimanya. Balikan bermanfaat
untuk memberikan informasi, saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan dan
membantu untuk menumbuhkan kepercayaan serta keterbukaan diantara komunikan,
juga balikan dapat memperjelas persepsi.
7.
Gangguan
Gangguan
bukan merupakan bagian dari proses
komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh
dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang
mengganggu kita. Gangguan adalah hal yang merintangi atau menghambat komunikasi
sehingga penerima salah menafsirkan pesan yang diterimanya.
B.Proses Komunikasi
Proses komunikasi terdiri dari 5 tahap, yaitu :
1.Proses Komunikasi dalam Diri Kominukator
Menurut sifat materinya Peralatan tubuh manusia yang ada hubungannya dengan
ilmu kita ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu peralatan jasmaniah yang
berupa semua anggota tubuh termasuk panca indra, dan peralatan rohaniah yang
berupa akal, budi, hati nurani, dan seperangkat naluri.
Peralatan rohani selalu bekerja bersama-sama, secara terus-menerus selama
manusia yang memilikinya dalam keadaan sadar, sedangkan hasil kerja peralatan
jasmani merupakan perwujudan dari hasil kerja peralatan rohani.
2.Proses Komunikasi antara Komunikator dan Komunikan
Proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan. Proses ini
berawal sejak komunikator melakukan tindak komunikasi sampai komunikan menerima
isi pernyataan komunikator.
Isi pernyataan ini disampaikan secara langsung atau komunikasi tatap muka dan
juga dengan menggunakan alat perantara atau media.
3.Proses Komunikasi dalam Diri Komunikan
Proses komunikasi yang terjadi dalam diri komunikan. Proses ini terjadi sejak
komunikan menerima isi pernyataan komunikator hingga komunikan menyampaikan
feedback terhadap isi pernyataan komunikator. Isi pernyataan komunikator
melalui peralatan jasmaniah komunikan sampai kedalam dirinya dan diterima oleh
peralatan rohaniah komunikan, yang terdiri dari hati nurani, akal, budi, dan
seperangkat naluri (kebahagiaan, social, ingin tahu, dan komunikasi).
Dalam usaha komunikan untuk memahami isi pernyataan komunikator melalui tiga
urutan peristiwa yaitu :
a.Pemahaman isi pernyataan komunikator sebagaimana diterima peralatan
jasmaniahnya.
b.Menemukan motif komunikasi komunikator
c.Penyesuaian konsepsi kebahagiaan
4.Proses Komunikasi antara Komunikan dengan Komunikator
Proses komunikan ini dimulai sejak komunikan menyampaikan feedback komunikan
(dalam hal ini komunikan sebagai komunikator II dan komunikator sebagai
komunikan II).
5.Proses Komunikasi dalam Diri Komunikator
Proses ini berawal saat komunikator (komunikan II) menerima feedback dari
komunikan (komunikator II) hingga komunikator (komunikan II) memutuskan untuk
melakukan tindak komunikasi dengan menyampaikan isi pernyataan.
C.
Saluran Komunikasi dalam Organisasi
Komunikasi
adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan atau pun pendapat dari
setiap partisipan komunikasi yang terlibat didalamnya guna mencapai kesamaan
makna. Tindak komunikasi tersebut dapat dilakukan dalam berbagai konteks.
Konteks komunikasi yang telah dibahas pada modul-modul sebelumnya adalah komunikasi
antarpribadi (interpersonal Communication) dan komunikasi kelompok.Konteks
komunikasi selanjutnya yang akan kita bahas adalah komunikasi organisasi.
Tindak
komunikasi dalam suatu organisasi berkaitan dengan pemahaman mengenai peristiwa
komunikasi yang terjadi didalamnya, seperti apakah instruksi pimpinan sudah
dilaksanakan dengan benar oleh karyawan atau pun bagaimana karyawan/bawahan
mencoba menyampaikan keluhan kepada atasan, memungkinkan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan dapat tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan. Ini hanya
satu contoh sederhana untuk memperlihatkan bahwa komunikasi merupakan aspek
penting dalam suatu organisasi, baik organisasi yang mencari keuntungan ekonomi
maupun organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Pengertian
komunikasi Organisasi
Sebelum
membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi
yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan
organisasi. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam
Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk
mencapai kesamaan makna, “commonness”. Atau dengan ungkapan yang lain, melalui
komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan
partisipan lainnya. Kendala utama dalam berkomunikasi adalah kita seringkali
mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Steward
L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan ada tiga model
dalam komunikasi:
1.
model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator
memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa
mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.
model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama,
pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang
berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan
memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator,
pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.
model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami
dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan
ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang
tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai
organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu
kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan
pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Dari batasan
tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
adanya
suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam
organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan,
staf pimpinan dan karyawan.
adanya
pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang
komersial mau pun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
Dengan
landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah
diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi organisasi secara
sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi
dalam kontek organisasi. Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber,
komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan
yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages
within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana
telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi
komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal. Masing-masing arus komunikasi
tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas. Ronald Adler dan George
Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan
masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut
sebagai berikut:
1.
Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang
yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya. Fungsi
arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a)
Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b)
Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan
(job retionnale)
c)
Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and
practices)
d)
Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.
Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan
(subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi dari
bawah ke atas ini adalah:
a)
Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah
dilaksanakan
b)
Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang
tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c)
Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d)
Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.
Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara
para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara. Fungsi arus
komunikasi horisontal ini adalah:
a)
Memperbaiki koordinasi tugas
b)
Upaya pemecahan masalah
c)
Saling berbagi informasi
d)
Upaya pemecahan konflik
e)
Membina hubungan melalui kegiatan bersama.
Proses
Komunikasi
Dalam
dataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua
perspektif, yaitu:
Perspektif
kognitif. Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif
adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau
berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian. Informasi adalah sesuatu
(fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui
penggunaan kata-kata atau lambang lainnya. Jika pesan yang disampaikan diterima
secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki
sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
Perspektif
perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi
sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu
efek yang dikehendakinya pada receiver. Masih dalam perspektif perilaku, FEX
Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui
lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli
untuk memperoleh respons. Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir,
mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah
kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita
mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi. Menurut Jerry W.
Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang
lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi
penerima (receiver). Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan
(sender) dari setiap pesan yang disampaikannya. Ketika satu pesan mempunyai
efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan
tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang
kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu
model berikut:
Proses
komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang
berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
Langkah
pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan
atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan. Ideation ini
merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
Langkah
kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan
informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang
yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek
terhadap orang lain. Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber
mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun
perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
Langkah
ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi
(encode). Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara,
enulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu. Pada langkah ketiga
ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk
menyampaikan suatu pesan. Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi
tatap muka, radio dan telepon. Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis
meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat
mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau ohp
(overheadprojector). Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari
gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti
yang dikehendaki.
Langkah
keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan. Jika pesan itu bersifat
lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika
penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang. Dalam proses ini,
penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap
pesan yang disampaikan kepadanya. Pemahaman (understanding) merupakan kunci
untuk melakukan decoding dan hanya terjadi dalam pikiran penerima. Akhirnya
penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana
pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
Proses
terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang
memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya
kepada penerima. Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang
disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu.
Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya. Umpan balik
inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.
Fungsi
Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi,
yaitu:
1.
Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi
(information-processing system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu
organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik
dan tepat waktu.
Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua
orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang
dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi
ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan
karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan
sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2.
Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh
terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
atasan
atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu
mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah,
sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis
atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan
sebagaimana semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan
perintah banyak bergantung pada:
keabsahan
pimpinan dalam penyampaikan perintah
kekuatan
pimpinan dalam memberi sanksi
kepercayaan
bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
berkaitan
dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi
pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3.
Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan
yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab
pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan
kekuasaan dan kewenangannya.
4.
Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan
laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
Memahami
Komunikasi dalam Organisasi
Persoalan-persoalan
mengenai gaya komunikasi, pengeruh kekuasaan dalam organisasi dan upaya
memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi, merupakan bahan-bahan
yang akan dibahas dalam kegiatan belajar 2 berikut.
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh
kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang
digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan
bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya
Komunikasi
Gaya
komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku
antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu
(a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given
situation).
Masing-masing
gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk
mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula.
Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud
dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Ada
enam gaya komunikasi yang akan kita bahas dalam kegiatan belajar 2 ini, yaitu:
The
controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini
dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian
kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika
umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.
Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif
orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk
memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering
dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi
yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga
menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
The
equalitarian style
Aspek
penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian
style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran
pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way
traffic of communication).
Dalam
gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya,
setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam
suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian,
memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian
bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang
yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan
yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup
hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi
dalam organisasi, sebaba gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja
sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindak berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu
organisasi.
The
structuring style
Gaya
komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara
tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan,
penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan
(sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain
dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan
dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill
dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan
mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang
yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan
organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
The
dynamic style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan
utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang
pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
The
relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
The
withdrawal style
Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam
deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin
dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba
melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu,
gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran
umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of
communication merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya
komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan
secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan
dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan
menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat dan produktif.
Fungsi
Komunikasi dalam Organisasi
Dalam
suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, tindak
komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi,
yaitu:
1.
Fungsi informatif
Organisasi
dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing
system). Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu.
Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua
orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi. Orang-orang
dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan
organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.
Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan,
jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2.
Fungsi Regulatif
Fungsi
regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh
terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
atasan
atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki
kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Disamping itu
mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah,
sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis
atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana
semestinya. Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak
bergantung pada:
keabsahan
pimpinan dalam penyampaikan perintah
kekuatan
pimpinan dalam memberi sanksi
kepercayaan
bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi
tingkat
kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
berkaitan
dengan pesan atau message. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi
pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang
pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3.
Fungsi Persuasif
Dalam
mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan
yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab
pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan
kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan
kekuasaan dan kewenangannya.
4.
Fungsi Integratif
Setiap
organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat
dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi formal
seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan
laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga
ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan
keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap
organisasi.
E.
Hambatan Komunikasi
HAMBATAN
FISIK DALAM PROSES KOMUNIKASI
Merupakan
jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu), tuna
netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun komunikan harus
saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indera juga berperan
penting dalam komunikasi ini.
Contoh:
Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini
maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada
pasien lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia
berbicara pada pasien tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien. Apabila
si pasien menderita tuna wicara maka sebaiknya ia mengoptimalkan panca
inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan mulut) agar si komunikan bisa
menangkap apa yang ia ucapkan. Atau si pasien tuna wicara isa membawa rekan
untuk menerjemahkan pada si komunikan apa yang sebetulnya ia ucapkan.
HAMBATAN
SEMANTIK DALAM PROSES KOMUNIKASI
Semantik
adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif). Jadi
hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan
oleh komunikator, maupun komunikan.
Hambatan
semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:
Salah
pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.
contoh:
partisipasi menjadi partisisapi
Adanya
perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya sama
Contoh:
bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)
Adanya
pengertian konotatif
Contoh:
secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu, berkaki
empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing sebagai
binatang piaraan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.
Jadi
apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan menangkap secara
konotatif maka komunikasi kita gagal.
HAMBATAN
PSIKOLOGIS DALAM PROSES KOMUNIKASI
Disebut
sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut merupakan
unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.
Hambatan
psikologi dibagi menjadi 4 :
Perbedaan
kepentingan atau interest
Kepentingan
atau interst akan membuat seseorang selektif dalam menganggapi atau menghayati
pesan. Orang hanya akan memperhatikan perangsang (stimulus) yang ada
hubungannya dengan kepentingannya. Effendi (1981: 43) mengemukakan secara
gamblang bahwa apabila kita tersesat dalam hutan dan beberapa hari tak menemui
makanan sedikitpun, maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-perangsang
yang mungkin dapat dimakan daripada yang lain. Andaikata dalam situasi demikian
kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong berlian, maka
pastilah kita akan meilih makanan. Berlian baru akan diperhatikan kemudian.
Lebih jauh Effendi mengemukakan, kepentingan bukan hanya mempengaruhi kita saja
tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.
Sebagaimana
telah dibahas sebelumnya, komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen.
Heterogenitas itu meliputi perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
yang keseluruhannya akan menimbulkan adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan
atau interest komunikan dalam suatu kegiatan komunikasi sangat ditentukan oleh
manfaat atau kegunaan pesan komunikasi itu bagi dirinya. Dengan demikian,
komunikan melakukan seleksi terhadap pesan yang diterimanya.
Kondisi
komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang komunikator. Masalahnya,
apabila komunikator ingin agar pesannya dapat diterima dan dianggap penting
oleh komunikan, maka komunikator harus berusaha menyusun pesannya sedemikian
rupa agar menimbulkan ketertarikan dari komunikan.
Prasangka
Menurut
Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau
kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Untuk memperoleh
gambaran yang jelas mengenai prasangka, maka sebaiknya kita bahas terlebih
dahulu pengertian persepsi.
Persepsi
adalah pengalaman objek pribadi, peristiwa faktor dari hambatan : personal dan
situasional.
Untuk
mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka pada komunikan, maka
komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui media massa sebaiknya
komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang controversial, reputasinya
baik artinya ia tidak pernah terlibat dalam suatu peristiwa yang telah membuat
luka hati komunikan. Dengan kata lain komunikator itu harus acceptable.
Disamping itu memiliki kredibilitas yang tinggi karena kemampuan dan
keahliannya.
Stereotip
Adalah
gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negative
(Gerungan,1983:169). Jadi stereotip itu terbentuk pada dirinya berdasarkan
keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
Contoh:
Orang Batak itu berwatak keras sedangkan orang Jawa itu berwatak lembut.
Seandainya
dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki stereotip tertentu
pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan apapun tidak dapat diterima
oleh komunikan.
Motivasi
Merupakan
suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau
dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu
(Gerungan 1983:142).
Motif
adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan dan arah
pada tingkah laku manusia. Tanggapan seseorang terhadap pesan komunikasi pun
berbeda sesuai dengan jenis motifnya.
Motif
dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
Motif
Tunggal
Contoh:
Motif seseorang menonton acara “Seputar Indonesia” yang disiarkan RCTI adalah
untuk memperoleh informasi.
Motif
Bergabung
Contoh:
(kasus yang sama dengan motif tunggal) tetapi bagi orang lain motif menonton
televisi adalah untuk memperolh informasi sekaligus mengisi waktu luang.
UPAYA-UPAYA
DALAM MENGATASI HAMBATAN BERKOMUNIKASI
Untuk
mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :
Mengecek
arti atau maksud yang disampaikan
Bertanya
lebih lanjut pada si komunikan apakah ia sudah mengerti apa yang si komunikator
bicarakan.
Contoh:
Perawat bertanya pada pasien “Apakah sudah mengerti, Pak?”
Meminta
penjelasan lebih lanjut
Sama
halnya dengan poin pertama hanya saja disini si komunikator lebih aktif
berbicara untuk memastikan apakah ada hal lain yang perlu ditanyakan lagi.
Contoh:
“Apa ada hal lain yang kurang jelas, Bu?”
Mengecek
umpan balik atau hasil
Memancing
kembali si komunikator dengan mengajukan pertanyaan mengenai hal atau pesan
yang telah disampaikan kepada komunikan.
Contoh:
“Tadi obatnya sudah diminum , Pak?” Sebelumnya si komunikator telah berpesan
pada komunikan untuk meminum obat.
Mengulangi
pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
Contoh:
“Obatnya diminum 3 kali sehari ya” sambil menggerakkan tangan.
Mengakrabkan
antara pengirim dan penerima
Dalam
hal ini komunikator lebih mendekatkan diri dengan berbincang mengenai hal-hal
yang menyangkut keluarga, keadaannya saat ini (keluhan tentang penyakitnya).
Membuat
pesan secara singkat, jelas dan tepat
Si
komunikator sebaiknya menyampaikan hanya hal-hal yang berhubungan pasien (atau
yang ditanyakan pasien) sehingga lebih efisien dan tidak membuang-buang waktu.
Source by :
http://hayyunaafy.wordpress.com/my-document/hambatan-komunikasi/